Sabtu, 27 Agustus 2011

ilmu kalam



PEMIKIRAN KALAM SYI'AH
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Dosen : Prof.Dr. Supiana M.Ag
Assisten : Pepen Supendi S.Pd.I

 











Disusun Oleh :
Mohammad Arijal   : 121 020 1064
M.Iqbal Rizaludin   : 121 020 1062
                                    Rida Nurhayati        : 121 020 1089
Siti Nur’aeni            : 121 020 1115
Suyono R Abdullah : 121 020 1111

Kelas B / Semester II
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
KEPENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu kalam menurut ahli tata bahasa Arab, kalam berarti kata atau lapaz dengan bentuk majemuk (ketentuan atau perjanjian). Kalam adalah ilmu yang membahas tentang kalam Allah, al-Qur’an dan sifat-sifat Allah.
            Ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan mempelajari tentang pembahasan kekaidahan atau keyakinan, yaitu pada masa kekhalifahan utsman bin affan, yang diawali pada masa politik, nepotisme. Ketidak setujuan dengan politik yang dijalankan usman mengakibatkan munculnya pemberontakan di iraq, sehingga usman bin affan meninggal dunia. Sehingga akhirnya bermunculan aliran-aliran, syi’ah diantaranya.
            Syi’ah lahir pada masa kekhalifahan usman bin affan atau pada masa awal kepemimpinan ali bin abi thalib. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah usman bin affan yang berakhir dengan kematian usman, ada tuntutan umat agar ali bin abi thalib bersedia di bait sebagai khalifah.


                                                                                          Bandung, 22 Maret 2010



                                                                                                       Penyusun








BAB II
PEMIKIRAN KALAM SYIÁH

A.    Pengertian
Syiáh secara etimologi  syiáh adalah pengikut,kelompok atau golongan   (Hamdani dkk,2010:75), sebagaimana yang terkandung dalam surat as-saffat ayat 83 :

وَإِنَّ مِن شِيعَتِهِ لإِبْرَاهِيمَ

Artinya : dan sesungguhnya ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh) [maksudnya dalam keimanan kepada Allah dan pokok-pokok ajaran agama].                                                                   
Sementara itu menurut Tengku Muhammad Hasby ash-Shiddieqy, yang dikutip dalam buku ilmu kalam (Hamdani dkk:2010:75), Syi’ah berarti pengikut, pendukung partai, atau kelompok.

Secara terminologi syiáh adalah orang-orang yang mendukung Ali secara khusus, dan berpendapat hanya ali saja yang berhak menjadi khalifah dengan ketetapan nash dan wasiat dari Rasulullah saw , baik secara tersurat maupun tersirat (Ardiansyah Yusup: 2010.).

B.     Latar Belakang Kemunculan dan Perkembangannya.
Mengenai kemunculan syiáh dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Menurut  abu zahrah, syiáh mulai muncul pada masa akhir pemerintahan utsman bin affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan ali bin abi thalib. Adapun menurut  watt, syiáh baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperang antara ali dan muawiyah yang dikenal dengan perang sipin. Peperangan ini sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang ditawarkan muawiyah, pasukan ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap ali telak disebut syiáh dan kelompok lain menolak sikap ali, kelak disebut khawarij.(Rozak:2000:90)
Dalam perkembangannya syiáh mendapat pengikut yang besar terutama pada masa dinasti amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah yang dikutip dalam buku ilmu kalam (abdul rozak:2000: 92) bahwa akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terhadap ahl al- baiti diantara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan penguasa bani umayah.
Dalam perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl al-bait, dihadapan dinasti amawwiyah dan abbasiyah.

C.    Doktri-doktri Syiáh
1.    Ahlu bait,
Ahlu bait berarti kerabat dekat atau keluarga.
Istilah ahlu bait tercantum dalam al-quran surat al-ahjab ayat 33

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Artinya : “dan hendaklah kamu tetap dirumahmu, dan jangan lah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan dirikankanlah solat, tunaikan lah zakat, dan taatilah allah dan rasulnya. Sesungguhnya allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlu bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

2.      Al-Bada
Doktrin al-bada adalah keyakinan bahwa allah swt mampu mengubah suatu pengaturan atau keputusan yang telah ditetapkannya dengan peraturan atau keputusan yang baru.

3.      ‘Asyura
Berasal dari kata ásyarah yang berarti sepuluh, maksudnya asyurah adalah merupakan hari kesepuluh dalam bulan muharram.

4.      Imamah
Imamah merupakan keyakinan setelah nabi Muhammad wafat harus ada pemimpin-pemimin islam yang melajutkan misi atau risalah nabi Muhammad Saw.

5.      Íshmah
Íshmah adalah suatu kepercayaan bahwa imam itu, termasuk nabi Muhammad telah dijamin dari Allah Swt dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa.

6.      Mahdawiyah
Mahdawiyah merupakan keyakinan akan datangnya seorang juru selamat pada akhir jaman, yang akan menyelamatkan kehidupan manusia dimuka bumi ini.

7.      Marjaíyah atau Wilayah al-faqih
Marja artinya tempat kembalinya sesuatu, kata wilayah al-faqih terdiri dari dua suku kata, wilayah berarti kekuasaan atau kepemimpinan, dan faqih berarti ahli hukum islam. Dengan demikian wilayah al-faqih adalah kekuasaan atau kepemimpinan fukaha.

8.      Rajáh
Rajáh menurut syiáh adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba yang soleh dan durhaka,sebagai bukti kekuasaan dan kebesaran allah swt di muka bumi.

9.        Taqiyah
Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang akan menimpa dirinya.


10.    Tawassul
Tawassul adalah memohon kepada Allah Swt dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang nabi, imam atau bahkan seorang wali agar doánya tersebut cepat dikabulkan Allah Swt.

11.    Tawalli dan Tabarri
Kata tawalli berasal dari kata  tawalla fulanan, artinya mengangkat seseorang sebagai pemimpinnya, sedangkan kata tabarri berasal dari kata tabarri an fullan yang artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang

D.    Sekte-Sekte Ajaran Syiáh

a.       Kaisaniyah, sekte ini mempercayai bahwa Muhammad bin hanafiah adalah orang yang menggantikan kekhalifahan khusain bin ali.
b.      Zaidiyah, Sekte ini mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin setelah kepemimpinan khusain bin ali.
c.       Imamiyah, adalah golongan yang meyakini bahwa nabi Muhammad telah menunjuk ali bin abi thalib sebagai imam penggantinya dengan penunjukan yang jelas dan tegas.
d.      Gulat, golongan yang belebih-lebihan yang memuja Ali bin Abi Thalib atau imam-imam lain dengan menganggap bahwa para imam tersebut bukan manusia biasa, melainkan jelemaan tuhan atau bahkan tuhan itu sendiri.
E.     Tokoh-tokoh Syi’ah












BAB III
SIMPULAN

            Jadi dari materi yang kita pelajari, kita bisa menyimpulkan bahwa syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antar pihak ali dengan pihak mu’awiyah di siffin. Yang lazim disebut dengan peristwa takhkim atau atribase. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali.

            Sejalan dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan keadaan umat islam lainnya, dalam syi’ah pun berkembang berbagai pemikiran keislaman yang pada intinya berpusat pada tokoh-tokoh ahlu bait. Seperti Ali bin Husein, Zainal Abidin, Muhammad al-baqir, Zaid bin ali, dan Ja’far ash-shadiq. Pemikiran yang menonjol terletak pada persoalan imamah atau kepemimpinan umat islam etelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Hampir semua sekte syi’ah menekanka arti penting kepemimpinan Ali bin Abi thalib. Persoalan inilah yang membedakan syi’ah dengan aliran teologi lainnya.

            Selain membedakan syi’ah dngan aliran-aliran islam lainnya, persoalan imamah juga menimbulkan sekte-sekte dalam syi’ah itu sendiri, semua sekte syi’ah sepakat bahwa imam yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Hasan bin Ali, lalu Husein bin Ali. Disamping syi’ah terdapat sekte-sekte, didalam aliran syi’ah juga terdapat doktrin-doktrin, diantaranya adalah ahlu bait, al-bada, dan Imamah.







DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Yusup. Sejarah Peradaban Islam. Lebak Banten: La Tansa, 2010.

Rozak, Abdul. Ilmu Kalam. Cetakan Pertama. Bandung: CV  Pustaka Setia,  2007.

Hamdani, Dkk. Ilmu Kalam. Cetakan Pertama. Bandung: SEGA ARSY,  2010.

Hasbi, Kahar Muzkar. Ilmu Kalam Ilmu tauhid. Bandung: Solo Press, 2006.


http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:p8zk2ucLElQJ:www.al-shia.com/html/id/shia/bozorgan/index.htm+tokoh-tokoh+syi%27ah&cd=1&hl=en&ct=clnk&source=www.google.com



Jumat, 26 Agustus 2011

PROFESIONALISASI GURU


Profesionalisasi Guru




Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Dosen : Dra. Hj Ade Aisyah, M.Ag
Assisten : A. Heris Hermawan M.Ag
 




                                                                             
Disusun Oleh :
Mohammad Arijal       : 121 020 1064
Mr. Bahari Keimoh    : 121 020 1065
M. Abdul Rozak         : 121 020 1069
Muhammad Lutfi A   : 121 020 1063
M. Sihabudin Asmi     : 121 020 1071

KEPENDIDIKAN ISLAM / B
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidik mempunyai dua arti: pertama, pendidik dalam generalisasi atau dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban untuk membina anak-anaknya. Kedua, pendidik dalam arti spesifik atau dalam arti sempit, yaitu orang-orang yang dipersiapkan dengan sengaja untuk menjadi seorang pendidik, baik guru maupun dosen.
Pendidik dalam arti sempit ini, baik guru maupun dosen dengan sengajanya diberikan materi-materi tentang pendidikan secara khususnya. Pendidik ini tidak cukup belajar di perguruan tinggi saja, sebelum menjadi guru dan dosen, melainkan juga disaat belajar dan diajar selama mereka bekerja, agar profesionalitas mereka semakin meningkat.(Ruswandi, Heris:2011:177)
Dalam makalah ini, kami menitik beratkan pembahasan pendidik yang ke dua. Dalam arti seseorang yang diformat untuk menjadi seorang pendidik atau yang disebut profesionalisasI, Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.(Andayani:2009:4)





BAB II
PROFESIONALISASI GURU

A.    Pengertian Profesionalisasi
Sebelum lebih jauh membahas tentang profesionalisasi Guru, terlebih dahulu dalam pembahasan ini akan membahas atau membedakan apa itu profesi, professional, profesionalitas, profesionalisme, dan apa itu profesionalisasi.
Profesi adalah suatu jabatan/pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan lebih lama dan khusus pada tingkat pendidikan tinggi, yang pelaksanaannya di atur oleh kode etik sendiri, dan menurut kearifan atau kesadaran serta pertimbangan pribadi yang tinggi.(Ruswandi, Badrudin:2010:10)
Sedangkan Professional dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 1 menjelaskan bahwa professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Profesionalitas adalah sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya.(Ruswandi, Heris:2011:181)
Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya.(Ruswandi, Badrudin:2010:11)
Sedangkan Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Adapun yang menurut Sudarman Damin yang dikutip dalam buku Landasan Pendidikan (Ruswandi, Heris:2011:181) menyatakan profesionalisasi mengandung dua dimensi, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Jadi profesionalisasi adalah suatu proses seseorang penyandang profesi dalam rangka untuk menjadi seorang yang professional, dan pada akhirnya dia ingin menjadi seseorang yang profesionalisme. Dalam makalah ini, pemakalah atau penulis akan mencoba memaparkan langkah-langkah dan proses menuju pada perwujudan dan peningkatan professional, terutama professional guru.
Mengenai profesi Guru, ahli-ahli pendidikan islam juga ahli pendidikan barat telah sepakat bahwa tugas guru ialah mendidik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.(Ruswandi, Badrudin:2010:14)
Dengan mempertimbangkan guru sebagai jabatan professional, profesional guru tidak tidak lagi hanya memberikan pelajaran di dalam kelas pada jam pelajaran yang telah dijadwal, tetapi juga meliputi merencanakan program pembelajaran, mengelola proses pembelajaran, menilai proses hasil belajar, mendiagnosis berbagai masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran, dan memperbaiki program pembelajaran dan memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik di luar jam pelajaran.(Ruswandi, Badrudin:2010:15)
Pfofesi guru identik dengan mendidik dan mengajar saja, seiring dengan majuya perkembangan jaman, maka berkembang juga pemikirtan-pemikiran tentang profesi keguruan. Seperti halnya pandangan modern yang dikemukakan oleh Adam dan Dickey bahwa peran guru sesungguhnya sangatlah luas, meliputi:
a.       Guru sebagai pengajar (teacher as instructor)
b.      Guru sebagai pembimbing (teacher as counselor)
c.       Guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist)
d.      Guru sebagai pribadi (teacher as person)
e.       Guru sebagai penghubung ilmu dan teknologi dengan masyarakat (teacher as communicator)
f.       Guru sebagai modernisator
g.      Guru sebagai pembangunan (teacher as constructor)
Selain itu juga, dalam UU No.14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa “guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.  
B.     Guru Sebagai Tenaga Profesional
Jabatan guru merupakan jabatan professional. Guru sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik dimasyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Kriteria jabatan professional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, serta memerlukan persiapan lama untuk memangkunya.(Soetjipto:1994:42)
 Kalau kita menelaah historis kualifikasi guru akan ditemukan bahwa kualifikasi guru yang mengajar di SD, SMP, dan SMA pada zaman penjajahan, zaman Indonesia merdeka, sampai dengan tahun terakhir dekade 1950-an, dan permulaan dekade 1960-an jauh dibawah kualifikasi guru saat ini. Sejak tahun 1989, kualifikasi minimum untuk mengisi jabatan guru ditingkatkan.  Guru SD minimu lulusan diploma II Kependidikan, Guru SMP adalah D3, dan Guru SMA adalah S1 Kependidikan dan S1 dengan Akta mengajar (Akta IV).

Dalam rangka menjamin profesionalitas guru sebagai pekerjaan khusus, UU Guru dan Dosen menetapkan prinsip-prinsip profesionalitas yang meliputi :
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism
2.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
3.      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
5.      Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
7.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
8.      Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan
9.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

C.       Ciri-ciri Guru yang Profesional
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Guru selalu jadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat. Dari hal itu lah bisa dinilai adanya cirri-ciri guru yang professional.(Soetjipto:1994:54)
Suatu pekerjaan dikatakan profesioanal jika pekerjaan itu memiliki kriteria tertentu(Ruswandi:2011:183). Adapun kriteria-kriteria tersebut di antaranya: 1) Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat; 2) Harus berdasarkan atas kompetensi individual, bukan dasar Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); 3) Memiliki system seleksi dan sertifikasi; 4) Ada kerja sama dan kompetensi yang sehat antar sejawat; 5) Adanya kesadaran professional yang tinggi; 6) Memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik); 7) Memiliki system sanksi profesi; 8) Adanya militansi individual, dan; 9) Memiliki Organisasi Profesi.
 Sebagai guru professional, tanggung jawab guru sangatlah besar. Oemar hamalik menyatakan bahwa tanggung jawab guru adalah sebagai berikut,(Ruswandi, Badrudin:2010:16) :
a.       Guru harus menuntut murid-murid belajar
b.      Turut serta membina kurikulum sekolah
c.       Melakukan pembinaan terhadap diri siswa (kepribadian, watak, dan jasmaniah)
d.      Memberikan bimbingan kepada murid
e.       Melakukan diagnosis atas kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan belajar
f.       Menyelenggarakan penelitian
g.      Mengenai masyarakat dan ikut serta aktif
h.      Menghayati, mengamalkan, dan mengamankan pancasila
i.        Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia
j.        Turut menyukseskan pembangunan
k.      Tanggung jawab meningkatkan peranan professional guru
Guru yang professional tidak hanya tahu akan tugas, peranan dan kompetensinya, namun dapat melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan perannya, dan selalu meningkatkan kompetensinya agar kondisi proses belajar mengajar yang efektif dan tercapai tujuan belajar secara optimal.(Ruswandi, Heris 2011:185)
Sebagaimana pernyataan Sudarman Damin yang dikutip dalam buku Landasan Pendidikan (Ruswandi:2011:185) mengklasifikasikan seorang guru dikatakan professional atau tidak, dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu: pertama, dilihat dari tingkatan pendidikan minimal (kualifikasi akademik) dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 9, dinyatakan “kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program Diploma IV (Akta IV)”. Kedua, penguasaan guru terhadap materi, mengelola kelas, mengelola peserta didik, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain sebagainya.
Dengan cirri-ciri atau kriteria kompetensi ataupun sikap profesi guru di atas, seorang guru diharapkan memiliki kepribadian atau watak yang baik.cocok dengan pemikiran pahlawan pendidikan Negara kita yaitu Ki Hajar Dewantara yang mengemukakan “Ing ngarso sung tulodo. Ing medya mangun karso, tutwuri handayani”. Seorang guru di tuntut berperilaku baik, disaat di depan menjadi teladan, di tengah membangun karsa, membangkitkan semangat dan kreativitas, serta di belakang menjadi motivasi, mengawasi dan mengayomi.
D.       Alasan guru harus profesional
Ada beberapa alasan guru harus bersifat professional dalam proses belajar mengajar, diantaranya:
Pertama, Meningkatkan mutu pendidikan. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses dan hasil belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Setipa orang selalu mengharapkan bhkan menuntut mutu dari orang lain, sebaliknya orang lain juga selalu mengharapkan dan menuntut mutu dari diri kita. Dengan demikian, mutu adalah paduan sifat-sifat dari barang atau jasa, yang menunjukan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat.
Kedua, Perkembangan teknologi informasi. Dalam rangka meningkatkan professional guru, terjadinya revolusi teknologi informasi merupakan sebuah tantangan yang harus mampu dipecahkan secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan mengubah pola hubungan guru-murid, media dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut menyesuaikan dan dapat memanfaatkan revolusi teknologi informasi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat.
Ketiga, Otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Kini, Paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke paradigma desentralistik. Sejak adanya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjojo (dalam jalal dan Supriyadi, 2001), bahwa sala satu tujuan dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan berpastisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang pertisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.
Keempat, Berkenaan dengan kesejahteraan , penghargaan pada profesinya, kesempatan untuk meningkatkan profesinya, jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugasnya, dan lain sebagainya dalam profesinya sebagai guru (lihat UU no 14 Tahun 2005 pasal 14). Sebagaimana dalam UU No. 14 Tahun 2005 pasal 15 ayat 1, dinyatakan bahwa setelah guru mencapai tugas keprofesionalannya, maka dia akan mendapatkan penghasilan tambahan, selain gaji pokok, yaitu: tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

E.     Kode Etik Guru
1.      Pengertian Kode Etik
a.       Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat disimpilkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
b.      Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan penggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua Unsur pokok yakni: (1) Sebagai landasan moral. (2) Sebagai pedoman tingkah laku.
Dalam uraian tersebut, Soetjipto dan Raflis Kosasi menegaskan bahwa Kode Etik suatu profesi adalah norma-norma yan harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma   tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau silaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan jiga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari dan masyarakat.
2.      Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut R. Hermawan S, 1979):
a.       Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b.      Untuk menjaga gan memelihara kesejahteraan para anggotanya
c.       Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d.      Untuk meningkatkan mutu profesi
e.       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

3.      Penetapan Kode Etik
Kode Etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian, orang–orang yang bukan anggota profesi tidak dapat dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut.

4.      Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.

5.      Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu system yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiaanya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap professional para anggota profesi keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk , menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1.      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk menusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3.      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-sebaiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.      Guru menjaga hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.      Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
 Dalam menaati kode etik tersebut, mungkin ada sebagian butir kode etik sudah terlaksana dan sebagian lagi pelaksaannya belum baik. Sebab itu perlu dipikirkan upaya mengatasi hambatan yang menyebabkan sejumlah butir kode etik pendidik tidak dilaksanakan dengan baik. Upaya meningkatkan pelaksanaa etik tersebut pendidik tersebut, dalam garis besarnya dapat dilakukan sebagai berikut:
1.         Para pendidik diberi kesempatan seluas-luasnya, selama mereka mampu untuk studi lebih lanjut ke SI, S2 atau S3.
2.         Membangun perpustakaan dilembaga-lembaga pendidikan yang belum memiliki perpustakaan seperti itu.
3.         Meningkatkan kesejahteraan perndidik.
4.         Menigkatkan kerjasama lembaga pendidikan dengan orang tua, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat.
5.         Fungsi DP3 perlu dibenahi dan ditingkatkan.
6.         Mengintensifkan pengawasan.
7.      Member sanksi kepada pendidik yang melanggar kode etik.


BAB III
Simpulan dan Penutup
Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan profesionalisasi, para guru secara bertahap diharapkan akan mencapai suatu derajat kriteria profesional sesuai dengan standar yang ditetapkan olah UU No. 14 Tahun 2005 tenatang Guru dan Dosen.
Ada beberapa alasan kenapa guru harus bersifat professional dalam proses belajar mengajar, yaitu diantaranya: pertama, meningkatkan mutu pendidikan. Kedua, perkembangan teknologi infomasi. ketiga, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Keempat, berkenaan dengan kesejahteraan, penghargaan pada profesinya, kesempatan untuk meningkatkan profesinya, jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugasnya, dan lain sebagainya dalam profesinya sebagai guru.
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga sedikit uraian kami ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi calon guru ataupun yang sedang menjadi guru dan umumnya bagi kita semua yang membacanya. Penulis sangat menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan yang konstruktif dan sistematis dari pembaca yang budiman, guna melahirkan sebuah perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik.







Daftar Pustaka

-          Uus Ruswandi dkk,  Landasan Pendidikan, Bandung: CV. Insan Mandiri, 2008.
-          Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
-          Uus Ruswandi dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru, Bandung: CV. Insan Mandiri, 2010.
-          Departemen Penerangan Republik Indonesia.. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta: Dep. Penerangan R.I, 1974.
-          Hermawan, S.R. Etika Keguruan. Suatu Pendekataan Terhadap Profesi dan Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: PT Margi Hayu, 1979.
-          Andayani dkk, Pemantapan Kemampuan Profesional.  Bandung: Tim FKIP Universitas Terbuka, 2009.