Sabtu, 07 Januari 2012

Filsafat Alfred Jelus Ayer


PEMIKIRAN ALFRED JELUS AYER
DAN TOKOH POSITIVISME LOGIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Sains
Dan Syarat Mengikuti Ujian akhir Semester
Dosen : Drs. Hamdani
Asisten : Irawan M,Hum
 








Disusun Oleh :
MOHAMMAD ARIJAL
NIM : 121 020 1064

KEPENDIDIKAN ISLAM ( B )
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Tujuan
Setiap pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan akan berjalan dengan baik apabila memiliki tujuan yang jelas. Tujuan merupakan pedoman bagi kita dalam menentukan setiap langkah yang hendak kita tempuh.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Mengetahui pemikiran filsafat Alfred Jelus Ayer
b.      Mengetahui tokoh-tokoh filsafat yang mempunyai kerangka pemikiran yang sama dengan Alfred Jelus Ayer
c.       Untuk memenuhi tugas syarat mengikuti Ujian Akhir Semester

B.     Metode
Setiap penulisan atau untuk mengetahui sesuatu yang bersifat karya tulis, tentu saja ada cara atau metode agar mendapat hasil yang lebih baik. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode “Kajian Pustaka” yang dalam penulisan menggunakan feferensi buku yang telah ada, khususnya BukuFilsafat Sains yang disunting oleh Irawan, M.Hum
Oleh karena itu dengan metode seperti ini, diharapkan mahasiswa atau saya pribadi bisa memahami cara pandang para filusuf khususnya A.J Ayer tentang Tes Verifikasi atau filsafat kebahasaan.
C.    Ikhtisar
Secara literal filsafat berasal dari kata phillo artinya “cinta” dan shopia artinya “kebijaksanaan”. Dalam bahasa yunani kata itu memiliki pengertian dan makna yang lebih dibandingkan “wisdom” dalam bahasa inggris modern. Dalam lisanul ‘Arab, kata filsafat berakar dari kata falsafa, yang memiliki arti al- hikmah.
Dalam pemikiran tentu saja ada tokoh pemikir, tentu berbicara filsafat berbicara tokoh filsafat, diantaranya Alfred jelus Ayer.  Kedatangan filsafat Ayer pada pertengahan abad ke-20 cukup mengejutkan para filsuf. Namun bukan berarti ditolak, Tampak bahwa Filsafat yang berwajah empiristik di Inggris dapat berkembang subur. Hal ini tampak jelas pada perjalanan filsafat di Inggris Sejak Hume dan Locke atau bahkan lebih berkembang sejak Roger Bacon pada abad ke-13 yang kemudian disambung oleh Francis Bacon pada abad ke-16. Ayer mengakui bahwa empirisme yang dikembangkannya berdasarkan filsafat yang diantaranya Hume.
Alfred Jelus Ayer, adalah pemikir yang mengemukakan tes verifikasi. membedakan bahasa atas pernyataan-pernyataan yang bermakna dan tidk bermakna (common sense). common sense adalah suatu pernyataan dimana bahasa yang mengandung makna dan bisa diverifikasi atau dianalisis secara logika dan dapat dibuktikan secara empirik.
Karl raimund Popper yang mempunyai pemikiran bahwa metode ilmiah untuk meyakini suatu kebenaran bukan karena sudah ada pembuktian namun dapat diuji (testable), Jika tidak lolos dari pengujian maka teori itu tidak benar dan harus diganti dengan teori yang lebih tepat. Jika teori itu bertahan dari pengujian berarti kebenarannya semakin kokoh (corroboration).
David Hume yang terkenal dengan Empirisme dan batas-batas pengetahuannya, yang menyatakan bahwa bagi Hume sendiri yang penting adalah bukan pengetahuan yang berasal dari akal tetapi pengetahuan yang berangkat dari sejumlah hasil observasi atau pengalaman.

BAB II
A.    J Ayer dan Tokoh Filsafat Lain
A.    Ringkasan Tokoh (A.J Ayer)
Alfred Jules Ayer dilahirkan di London 29 Oktober 1910. Ayer pernah belajar filologi klasik dan filsafat di Oxfrod pada tahun 1932. Sesudah itu ia pergi ke Austria, tepatnya berkunjung ke Universitas di Wina. Di Universitas ini dia belajar filsafat dan logika. Kemudian ia kembali ke Inggris dan diangkat menjadi dosen di Oxfrod, hingga akhirnya setelah perang dunia II ia diangkat sebagai professor di Universitas London (1946-1959).
Dalam filsafatnya, Ayer lebih menbedakan pernyataan-pernyataan yang bersipat logis atau tidak logis. Maka tidak heran filsafat Ayer disebut dengan filsafat kebahasaan. Salah satu buku yang ia terbitkan ialah Language, Truth and Logic (1936) dimana buku ini terbit ketika usianya 25 tahun. Language, Truth and Logic memuat sebagian besar pemikiran Ayer sehingga buku ini dikaitkan dengan munculnya salah satu aliran baru dalam filsafat periode kontemporer, yakni positivisme logis. Seseorang akan mengatakan bahwa dia diberkati dengan suatu fakultas instuisi intelektual yang memungkinkannya mengetahui fakta-fakta yang tidak bisa diketahui melalui pengalaman panca indera.
A.J Ayer sebagai seorang tokoh positivisme logis, menurutnya hanya bermakna suatu ucapan yang berupakan observation-statement artinya pernyataan yang menyangkut realitas inderawi; dengan kata lain, suatu ucapan yang dilakukan berdasarkan observasi. Bahwa suatu pernyataan akan bermakna apabila pernyataan tersebut sesuai dengan realitas inderawi. Untuk menguatkan pandangan ini, maka Ayer mengemukakan adanya prinsip verifikasi sebagai tolok ukurnya. Dengan begitu akan diketahui bahwa pernyataan-pernyataan yang tidak bisa diverifikasi dan dianalisis secara logika adalah pernyataan yang tidak bermakna. Kita tahu bahwa para filsuf sebagian banyak memperbincangkan persoalan metafisika, Menurut Ayer, itu semua merupakan hal yang tidak bermakna sama sekali karena hal-hal tersebut (terutama berkaitan dengan metafisika) tidak bisa dibuktikan secara empiris. Pandangan empiristic telah mempengaruhi Ayer, hal ini terlihat pada pengajuan prinsip verifikasi yang dikemukakan olehnya. Jadi common sense adalah acuan utama dalam positivisme logis Alfred Jules Ayer.
Ayer juga memberikan batas-batas pada prinsip verifikasi yang diberlakukannya sebagai tolak ukur. Baginya suatu pernyataan tidak hanya bisa dibuktikan secara langsung, akan tetapi ada cara yang tidak langsung untuk memverifikasi pernyataan, saya contohkan dengan fakta sejarah, bahwa fakta sejarah tidak bisa kita verifikasi langsung, tapi kita bisa mengetahui fakta sejarah melalui orang yang bersaksi atas apa yang disaksikannya. Jadi peran orang lain sangat berpengaruh dalam penentuan pernyataan atas suatu kejadian yang kita tidak tahu. Misalnya, “Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945″, jelas disini kita sadar bahwa kita tidak hidup pada zaman itu. Maka kita membutuhkan kesaksian banyak orang mengenai hari kemerdekaan Indonesia.
B.     Hubungan Pemikiran Antar Tokoh
Dalam pemikiran-pemikiran filsafat, khususnya dalam pemikiran positivism logis yang dimana proyeksi pemikiran-pemikiran tersebut adalah meyakini kebenaran yang bisa ditinjau kebenarannya dengan cara empirik atau diuji. Penulis dalam hal penulisan makalah ini akan mengambil dua tokoh yang menurut penulis cukup ada korelasinya antara pemikiran Alfred jelus Ayer dengan Karl raimund Popper dan David Hume. Dimana ketiga tokoh tersebut menganut positivisme logis yaitu mengakui kebenaran jika suatu pernyataan bisa di verifikasi atau bisa dicek secara empiris.
Alfred Jelus Ayer, adalah pemikir yang mengemukakan tes verifikasi. membedakan bahasa atas pernyataan-pernyataan yang bermakna dan tidk bermakna (common sense). common sense adalah suatu pernyataan dimana bahasa yang mengandung makna dan bisa diverifikasi atau dianalisis secara logika dan dapat dibuktikan secara empirik.
Sesuai dengan pemikiran Karl raimund Popper yang mempunyai pemikiran bahwa metode ilmiah untuk meyakini suatu kebenaran bukan karena sudah ada pembuktian namun dapat diuji (testable), Jika tidak lolos dari pengujian maka teori itu tidak benar dan harus diganti dengan teori yang lebih tepat. Jika teori itu bertahan dari pengujian berarti kebenarannya semakin kokoh (corroboration). Ilmu pengetahuan hanya dapat berkembang apabila teori yang diciptakan ini berhasil ditentukan ketidakbenarannya, dan Popper mengganti istilah verifikasi dengan falsifikasi.
Pernyataan-pernyataan di ajukan demi menentukan aturan yang cocok dengan apa yang disebut metode empiris ‘yang berhubungan erat dengan kriteria demarkasi. untuk mengadopsi aturan-aturan tersebut yang kelak akan memastikan sejauhmana pernyataan-pernyataan ilmiah tersebut bisa di uji (testabilitas). Keputusan  yang kita ambil brtujuan untuk menetapkan hukum yang tepat yang disebut dengan “sebuah metode empirik”, metode empirik ini sangat berkaitan erat dengan kriteria demakrasi, popper juga mengajukan untuk menggunakan sebagai aturan untuk menentukan ketahanan daya uji pernyataan ilmiah, yang disebut dengan falsibiti.
Seperti halnya contoh penyataan bahwa pensil merk A bagus dan semua mengakui itu, maka dalam konteks pemikiran Tes metode ilmiah yang disebut meode empirik Karl raimund Popper pensil itu belum dikatakan bagus sebelum dicoba atau diuji. Ketika pensil tersebut sudah diuji dengan cara dipakai maka jika hasilnya benar pensil A tersebut bagus, maka kebenaran akan pensil itu bagus semakin kokoh (corroboration). Jadi, yang difokuskan karl Raimund Popper adalah pengujian atas pernyataan yang sudah ada bukan meyakini sesuatu hal karena bukti, karena itu bersifat dogmatis.
Sejalan dengan pemikiran David Hume yang terkenal dengan Empirisme dan batas-batas pengetahuannya, yang menyatakan bahwa bagi Hume sendiri yang penting adalah bukan pengetahuan yang berasal dari akal tetapi pengetahuan yang berangkat dari sejumlah hasil observasi atau pengalaman. Menurut Hume semua objek pemikiran atau penyelidikan manusia secara alamiah dipisahkan ke dalam dua bagian, yaitu antar gagasan dan persoalan yang berkenaan dengan berbagai fakta. Persoalan fakta merupakan objek kedua pikiran manusia tidak diperoleh dengan cara yang sama seperti membuktikan keterhubungan anatar gagasan.
Semua pemikiran yang berkenaan dengan persoalan fakta nampaknya ditemukan dalam hubungan sebab-akibat. Artinya bahwa relasi tersebut hanya dapat kita jalankan lewat kejelasan ingatan kita dan penginderaan kita. Misalnya, bahwa kita mempercayai adanya kehidupan  di suatu Negara lain, katakanlah prancis, maka kita akan percaya dan akan mempunyai alasan. Begitupula pemikiran Hume, mempercayai yang tidak ada namun itu semua akan menjadi beberapa fakta yang baru. Semua pengetahuan muncul dari pengalaman, seperti halnya Api, api akan bisa menghanguskan apa yang terkena oleh api, jadi setiap api baik itu sumbernya korek api, ataupu apa disimpulkan bhwa api itu bisa membakar suatu objek.

BAB III
SIMPULAN DAN IKHTISAR
A.    Simpulan
Dalam kerangka berpikir ketiga tokoh tersebut bisa disimpulkan bahwa adanya suatu pernyataan ataupun pengetahuan, semua itu harus diuji oleh pengalaman atau empirisme. Suatu hal bisa dikatakan benar jika hal tersebut bisa dikatakan mempunyai makna, bisa diuji dan disimpulkan dari sebuah pengalaman.
Baik Ayer, Popper atupun Hume, berpandangan bahwa suatu keadaan ataupun suatu pernyataan tidak memerlukan bukti, namun yang Ayer atupun Popper akui ketika pernyataan tersebut benar setelah di Uji ataupun di cek kebenarannya, dan jika dalam pengujiannya terdapat kesalahan, maka teori itu tidak benar dan harus diganti dengan teori yang lebih tepat. Jika teori itu bertahan dari pengujian berarti kebenarannya semakin kokoh (corroboration).
B.     Ikhtisar
Alfred Jelus Ayer, adalah pemikir yang mengemukakan tes verifikasi. membedakan bahasa atas pernyataan-pernyataan yang bermakna dan tidk bermakna (common sense). common sense adalah suatu pernyataan dimana bahasa yang mengandung makna dan bisa diverifikasi atau dianalisis secara logika dan dapat dibuktikan secara empirik.
Karl raimund Popper yang mempunyai pemikiran bahwa metode ilmiah untuk meyakini suatu kebenaran bukan karena sudah ada pembuktian namun dapat diuji (testable), Jika tidak lolos dari pengujian maka teori itu tidak benar dan harus diganti dengan teori yang lebih tepat. Jika teori itu bertahan dari pengujian berarti kebenarannya semakin kokoh (corroboration).
David Hume yang terkenal dengan Empirisme dan batas-batas pengetahuannya, yang menyatakan bahwa bagi Hume sendiri yang penting adalah bukan pengetahuan yang berasal dari akal tetapi pengetahuan yang berangkat dari sejumlah hasil observasi atau pengalaman. Menurut Hume semua objek pemikiran atau penyelidikan manusia secara alamiah dipisahkan ke dalam dua bagian, yaitu antar gagasan dan persoalan yang berkenaan dengan berbagai fakta. Persoalan fakta merupakan objek kedua pikiran manusia tidak diperoleh dengan cara yang sama seperti membuktikan keterhubungan anatar gagasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar